Selasa, 17 Mei 2011

Pengkajian cerpen 'Tuan Alu dan Nyonya Lesung' koran Tempo'15 Mei 2011

Buah Manis Kesungguhan dan Keiklasan
Sebenarnya ketika saya baru membaca sebagian dari cerpen ‘Tuan Alu dan Nyonya Lesung’ karya Zelfeni Wimra  saya belum mengerti apa maksud dari cerpen ini, namun setelah saya menyelesaikan cerpen ini hingga penghujung cerita, saya akui cerpen ini sangat menarik. Karena penulis telah berhasil menyampaikan pesan kepada pembacanya melalui tokoh dalam bentuk tumbuhan dan batu. Sebuah penciptaan yang menarik, sebagai cerpen yang baru saja mengisi kolom sastra, yang diterbitkan oleh koran Tempo pada tanggal 15 Mei 2011.
            Sebuah batu dan sebatang pohon dapat di bentuk sedemikian rupa menjadi wujud tokoh seperti manusia, tokoh dan perilaku Tuan Alu dan Nyonya Lesung  dapat mewakili perilaku manusia tentang takdir dan nasib yang sudah digariskan oleh Tuhan untuk makhluk ciptaan-Nya.

            Tuan Alu yang merupakan sebatang pohon yang dibentuk sebagai sebuah Alu, dan nyonya Lesung yang merupakan sebuah batu kali, yang dibentuk sebagai sebuah lesung. Dari asal yang berbeda, wujud yang sangat berbeda jauh, membawa masa lalu yang pahit, namun atas takdir Tuhan, dan nasib baik mereka, beserta keikhlasan mereka masing-masing, akhirnya mereka dipertemukan dan dipersatukan oleh takdir dan nasib, sesuai berjalannya waktu.
            Pada permulaan cerita, cerpen ini kurang menarik, mungkin disebabkan belum terlalu banyak muncul konflik, dalam awal cerita diceritakan konflik batin dari tokoh Tuan Alu, yang ditakdirkan hidup sebagai sebatang pohon kopi yang selalu merasa kesepian dan merana, karena ketika dia mulai tumbuh subur dan menghasilkan buah kopi, manusia langsung memangkas bagian tubuh Tuan Alu untuk memanen buah kopi. Namun, lama kelamaan Tuan Alu sadar akan takdirnya, semakin hari dia merasa dapat lebih tabah dalam menjalani kehidupannya. Terlihat dari kutipan berikut ini:
Tuan Alu pun sudah mengganti cara ia menggunakan perasaan. Ketika pangkal batangnya di tebang parang, ia merasakan sakit. Sangat sakit. Tapi, secepat kilat ia paksa dirinya menukar perasaan sakit itu dengan perasaan yang biasa-biasa saja. Ia tekankan pada dirinya: diperlukan banyak kesakitan untuk keluar dari kesepian.” (halaman C2)

 Mungkin dalam bagian ini juga, kita mendapat pesan moral, bahwa manusia memang memliki sifat yang serakah, namun memang sudah garisan Tuhan, Tuhan sudah menciptakan segala sesuatu secara berpasangan, saling melengkapi kekurangan satu sama lain, sehingga semua yang menjadi kekurangan dapat ditutupi sesuai dengan besarnya kebutuhan.
Saya suka dengan tokoh Tuan Alu, karena sikapnya yang dapat menyembunyikan perasaannya yang sesungguhnya, walaupun dia  sedang bersedih dan merasa kesepian, namun dia masih bisa terlihat bahagia dan riang. Sedangkan manusia jika sedang mendapatkan masalah yang berat, manusia sering merasa bahwa hanya dialah yang paling menderita di muka bumi ini. Dapat kita lihat dalam kutipan berikut sebagai berikut:
Sungguh, kehidupan yang sangat nyaman bagi Tuan Alu. Ia terbilang paling rimbun di belantara kebun tinggal itu. Akan tetapi, siapa yang tahu, ia tampak selalu bahagia, selalu riang dan rindang, rupanya sedang mangandung malang. Ia mengidap sakit sepi. Sepi. Sepi di tengah keramaian belantara. Tumbuh ceria, riang, dan rindang lalu setiap musim menerbitkan buah saja, ia rasakan tidak cukup. Selalu ada yang mengentak-entak dalam umbut batangnya.” (halaman C2 ).
Namun, ketertarikan saya bukan hanya itu saja. Selain tokoh Tuan Alu, adapula tokoh Nyonya Lesung. Berbeda dengan Tuan Alu. Nyonya lesung berasal dari sebuah batu kali yang selalu hanyut dan terendam oleh arus air yang deras. Hingga akhirnya dia terdampar di pinggiran kali dan terjerat di bawah akar pohon. Yang akhirnya terkikis dan tubuhnya berlubang karena tetesan air yang terus menusuki tubuhnya serta akhirnya manusia menambah besar lubang ditubuhnya. Tubuhnya dipahat dan akhirnya kini dia adalah sebuah lesung.
Walaupun memiliki masa lalu demikian, namun nyonya Lesung tidak pernah berputus asa, kesedihan karena kesepian yang dia alami, dia ubah menjadi perasaan cinta, seperti ketika dia masih terseret-seret arus air dan tetesan-tetesan air membuat lubang ditubuhnya, dia merasa sangat tersakiti. Namun perasaan itu dia ubah menjadi perasaan cinta, dan kelembutan. Dia ikhlas dalam menjalani semua kisah hidupnya. Dan mungkin dibalik penderitaan itu, akan dia temui sebuah kebahagiaan. Ternyata benar, akhirnya setelah dia rasakan perjalanan hidup yang begitu pahit, akhirnya dengan wujudnya sekarang yang telah berubah menjadi sebuah lesung, dia bisa bertemu dengan tuan Alu, tuan Alu yang memiliki kisah masa lalu yang tidak terlalu berbeda dengan kisahnya.  Dapat kita lihat dalam kutipan sebagai berikut:
‘"Tahukah kau, Tuan. Seperti sering kuceritakan padamu, aku ini induk segala sakit. Lepas dari tusukan air, aku disambut tikaman pahat. Lubangku diperbesar oleh pahat. Kepadaku ditekankan keharusan bersabar dan yakin, kehidupan baru telah menungguku. Aku dipersiapkan menjadi Nyonya Lesung. Tuan Alu, kekasih pendamping hidupku juga telah dipersiapkan. Hidup bersama air tidak menghasilkan banyak perubahan. Hanya sebatas alasan, bahwa kelembutan titik air bisa melubangiku!
‘Kata tangan yang memahatku, sebetulnya lebih tepat memperkosaku: hidup bersama Tuan Alu akan lebih menyenangkan. Lebih jelas hasilnya.
‘Jujur, pertama kali merasakan entakanmu di lubangku, aku seketika terbayang pada kelembutan sentuhan air. Ampun, tuan. Pada persentuhan kita yang pertama itu aku diam-diam telah membanding-bandingkanmu!”’ (halaman C2)
Tuan Alu dan nynya Lesung sebelum dipertemukan, mereka selalu merasa kesepian sebelum mereka dipertemukan. Mereka menyadari bahwa memang mereka saling membutuhkan untuk mengobati rasa kesepian yang selalu hinggap dalam hidup mereka. Kini mereka sudah bisa saling mengisi kekosongan diri mereka satu sama lain. Mereka sadar bahwa mereka memang ditakdirkan untuk bersama. Takdir dan nasib yang sudah menyatukan mereka. Namun, takdir dan nasib juga yang dapat memisahkan mereka. Mereka selalu iklhas dalam menjalani sesuatu hingga akhirnya mereka mendapatkan kebahagiaan seperti apa yang mereka pikirkan. Pasti akan ada hal-hal baru setelah kita menjalani segala sesuatu, walaupun hal yang kita jalani itu, sesuatu yang sangat menyakitkan bagi kita. Tapi percayalah dibalik itu semua akan ada hal baru, yang tentunya akan lebih baik dari sebelumnya.
Takdir, nasib, sudah ada yang mengatur. Jodoh, garis kehidupan sudah ada yang menetapkan. Kini tinggal bagaimanakah kita menyikapi semua itu, serta akan diarahkan kemanakah jalan hidup kita. Jalani semua itu dengan suka rela dan sambut masa depan dengan kebahagiaan. Dan percaya bahwa apa yang akan kita temui dikemudian hari adalah sesuatu yang terbaik untuk kita. Itu semua adalah petunjuk dari Sang Maha Pencipta.
Ibarat peribahasa mengatakan “berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Namun, jika sesuatu yang telah kita raih itu akhirnya menghilang itu semua sudah menjadi suratan dan jika alam berkehendak lain. Seperti yang dijelaskan di akhir cerita, sebagai berikut:
“Sejak itu, memang, sampai cerita ini diterbitkan, Tuan Alu dan Nyonya Lesung tidak pernah terpisahkan. Sekalipun hanya satu dua orang menumbuk padi, tepung atau kopi, Tuan Alu dan Nyonya Lesung selalu terlihat bersama.
Kecuali, barangkali, alam berkehendak lain. Misalnya, karena jarang digunakan, ujung badan Tuan Alu kembali menerbitkan tunas lalu menjadi pucuk. Akar pun tersembul dari pangkalnya, menyerap makanan dari sari pati tanah dan akhirnya Tuan Alu tumbuh lagi sebagai sebatang kopi.
Begitu juga dengan tubuh Nyonya Lesung. Lantaran jarang ditumbuki Tuan Alu, lubang di badannya kembali mengeras, kembali ke bentuk semula, seperti sebelum dilubangi air. Ia pun menggelinding lagi ke arus sungai. Berendam ke dalam sunyi abadi. Ya, jika alam berkehendak lain.”
(halaman C3)
Jika kita ibaratkan tuan Alu dan nyonya Lesung sebagai manusia. Tuan Alu ibarat lelaki yang sedang berjuang dalam melawan kesepian, walaupun dia terlihat bahagia, tetapi dia tetap memiliki kelemahan. Walaupun begitu, dia tetap berharap dengan keadaanya yang seperti itu,dia bisa lebih baik lagi. Dan nyonya Lesung yang diibaratkan sebagai sosok seorang perempuan yang memiliki nasib hampir sama dengan lelaki itu. Perempuan itu telah menemukan kebahagiaan yang sesaat. Dia mendapatkan kebahagiaan itu dengan susah payah, hingga batinnya terus merasa tersiksa. Namun, akhirnya perempuan itu bisa mendapatkan kebahagiaan karena telah menemukan tambatan hatinya. Walaupun demikian, kebahagiaan lelaki dan perempuan itu tidaklah kekal. Karena alam yang akan menentukan nasib mereka kelak. Ibarat manusia, mungkin kematianlah yang akan memisahkan hubungan cinta diantara dua insan yang menjadi satu. Oleh karena itu, haruslah kita selalu mengingat, semua yang ada di dunia ini tidaklah kekal, kita semua ada yang memiki dan di akhir nanti, akan kembali lagi kepada pemilik-Nya.

1 komentar: